Setiap dua jam, seorang ibu meninggal saat melahirkan di Indonesia.
Data Kementerian Kesehatan 2023 mencatat Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih berada di angka 183 per 100.000 kelahiran hidup. Ini berarti dari 4,5 juta persalinan setiap tahunnya, sekitar 8.200 ibu meninggal—sebagian besar karena pendarahan, preeklamsia, dan infeksi yang sebenarnya dapat dicegah.
Angka Kematian Bayi (AKB) juga masih mengkhawatirkan: 21 per 1.000 kelahiran hidup. Setiap hari, sekitar 260 bayi tidak sampai merayakan ulang tahun pertama mereka.
Tragedi ini bukan takdir. Ini adalah indikator sistem kesehatan yang belum optimal, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA). Di balik setiap angka tersebut ada kisah keluarga yang hancur, anak yatim, suami yang ditinggalkan, dan impian masa depan yang sirna.
Namun ada secercah harapan di tengah kegelapan ini: Bidan.
Penelitian WHO menunjukkan bahwa 87% kematian ibu dan bayi dapat dicegah jika setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, terutama bidan profesional. Di Indonesia, bidan adalah tulang punggung pelayanan kesehatan maternal—mereka yang bekerja di desa terpencil, puskesmas, rumah sakit, hingga klinik swasta.
Pertanyaan krusial muncul: Bagaimana kita bisa mencetak bidan yang tidak hanya terampil secara teknis, tetapi juga memiliki empati, etika, dan komitmen tinggi untuk menyelamatkan nyawa? Bagaimana lembaga pendidikan kebidanan seperti Akademi Kebidanan Laksamana dapat berkontribusi dalam mengurangi angka kematian ibu dan bayi?
Artikel ini mengeksplorasi transformasi pendidikan kebidanan modern, tantangan yang dihadapi, dan strategi untuk mencetak “guardian angels”—bidan profesional yang menjadi malaikat pelindung bagi ibu dan bayi di seluruh nusantara.
Bagian I: Profesi Bidan – Lebih dari Sekadar Menolong Persalinan
Sejarah dan Evolusi Profesi Bidan di Indonesia
Era Tradisional: Dukun Beranak
Sebelum sistem kesehatan modern, persalinan ditolong oleh dukun beranak—perempuan tua yang memiliki pengetahuan turun-temurun. Meski berpengalaman, praktik mereka sering tidak higienis dan bisa berbahaya: memijat keras perut ibu, memberi jamu yang belum teruji, atau bahkan memasukkan ramuan ke dalam vagina.
Era Kolonial: Bidan Sekolahan
Pemerintah Hindia Belanda mendirikan sekolah kebidanan pertama (Stovia) pada awal abad ke-20. Bidan sekolahan mulai menggantikan dukun beranak, dengan pelatihan anatomy, fisiologi persalinan, dan prinsip kebersihan.
Era Modern: Bidan Profesional
Pasca kemerdekaan, terutama sejak 1990-an, pemerintah Indonesia massively merekrut dan melatih bidan. Program Bidan di Desa menempatkan bidan di setiap desa untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan maternal.
Kini, profesi bidan diatur ketat: mereka harus lulus pendidikan Diploma III atau IV Kebidanan, memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), dan mengikuti pendidikan berkelanjutan.
Ruang Lingkup Praktik Bidan Modern
Bidan bukan hanya “tukang tolong persalinan”. Sesuai Permenkes RI No. 28/2017, ruang lingkup praktik bidan meliputi:
1. Pelayanan Kesehatan Ibu
- Antenatal Care (ANC): Pemeriksaan kehamilan rutin, deteksi dini risiko kehamilan
- Intranatal Care (INC): Pertolongan persalinan normal, manajemen persalinan kala I-IV
- Postnatal Care (PNC): Perawatan ibu pasca melahirkan, deteksi komplikasi nifas
- Keluarga Berencana (KB): Konseling dan pelayanan kontrasepsi
- Kesehatan Reproduksi: Deteksi kanker serviks (IVA test), pemeriksaan payudara
2. Pelayanan Kesehatan Anak
- Neonatal Care: Perawatan bayi baru lahir 0-28 hari, IMD (Inisiasi Menyusu Dini)
- Infant & Child Care: Imunisasi, pemantauan tumbuh kembang, deteksi dini stunting
- MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit): Diagnosis dan tatalaksana penyakit balita
3. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja
- Edukasi seksualitas: Pubertas, menstruasi, kesehatan reproduksi
- Pencegahan kehamilan remaja: Konseling dan edukasi
- Deteksi dan rujukan IMS/HIV
4. Kolaborasi dan Rujukan
Bidan harus mampu mengenali kondisi patologis (kehamilan/persalinan berisiko) dan merujuk ke dokter spesialis obgyn atau rumah sakit.
Kompetensi Inti yang Harus Dimiliki Bidan
A. Kompetensi Teknis (Hard Skills)
1. Clinical Skills
- Leopold Maneuver: Palpasi abdomen untuk menentukan posisi janin
- Auskultasi DJJ (Denyut Jantung Janin): Menggunakan doppler atau stetoskop Laennec
- Vaginal Examination: Pemeriksaan dalam untuk menilai pembukaan serviks
- Episiotomi & Penjahitan Perineum: Tindakan insisi dan repair
- Manual Plasenta: Tindakan mengeluarkan plasenta yang tertinggal (dengan supervisi)
- Resusitasi Neonatus: Langkah-langkah menyelamatkan bayi yang tidak bernafas spontan
2. Emergency Management
- Perdarahan postpartum: Kompresi bimanual, massage uterus, pemberian oksitosin
- Preeklamsia/Eklamsia: Pemberian MgSO4, stabilisasi sebelum rujukan
- Distosia bahu: Manuver McRoberts, Rubin, Wood’s screw
- Asfiksia neonatus: Ventilasi tekanan positif, chest compression
3. Diagnostic Skills
- Interpretasi hasil lab: Hb, protein urin, blood type
- USG basic untuk menentukan usia kehamilan dan posisi janin
- Pemeriksaan fisik sistematis: vital signs, edema, refleks patella
B. Kompetensi Non-Teknis (Soft Skills)
1. Communication & Counseling
- Komunikasi efektif dengan ibu hamil dan keluarga
- Konseling KB dengan pendekatan individual
- Breaking bad news (misal: keguguran, janin meninggal)
- Health education untuk masyarakat
2. Cultural Competence
- Memahami dan menghormati kepercayaan lokal tentang kehamilan/persalinan
- Mengintegrasikan praktik tradisional yang aman dengan evidence-based practice
- Bekerja dengan tokoh masyarakat dan dukun beranak
3. Ethical & Legal Awareness
- Patient confidentiality
- Informed consent
- Dokumentasi medis yang baik
- Professional boundaries
4. Teamwork & Leadership
- Kolaborasi dengan dokter, perawat, ahli gizi
- Supervisi bidan muda atau mahasiswa
- Leading tim dalam situasi emergency
5. Emotional Resilience
- Dealing dengan kematian maternal/neonatal
- Burnout prevention
- Self-care dan peer support


Leave a Reply